Ada beberapa macam pendekatan
pembelajaran yang digunakan pada kegiatan belajar mengajar, antara lain :
- Pendekatan Kontekstual
Pendekatan konstekstual berlatar
belakang bahwa siswa belajar lebih bermakna dengan melalui kegiatan mengalami
sendiri dalam lingkungan alamiah, tidak hanya sekedar mengetahui, mengingat,
dan memahami. Pembelajaran tidak hanya berorientasi target penguasaan materi,
yang akan gagal dalam membekali siswa untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya.
Dengan demikian proses pembelajaran lebih diutamakan daripada hasil belajar,
sehingga guru dituntut untuk merencanakan strategi pembelajaran yang variatif
dengan prinsip membelajarkan – memberdayakan siswa, bukan mengajar siswa(http://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-dan-metode-pembelajaran/).
Borko dan Putnam mengemukakan bahwa
dalam pembelajaran kontekstual,
guru memilih konteks pembelajaran
yang tepat bagi siswa dengan cara mengaitkan
pembelajaran dengan kehidupan nyata
dan lingkungan di mana anak hidup dan berada serta dengan budaya yang berlaku
dalam masyarakatnya (http.//www.contextual.org.id). Pemahaman, penyajian ilmu
pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang ada dalam materi dikaitkan
dengan apa yang dipelajari dalam kelas dan dengan kehidupan sehari-hari (Dirjen
Dikdasmen, 2001: 8). Dengan memilih konteks secara tepat, maka siswa dapat
diarahkan kepada pemikiranagar tidak hanya berkonsentrasi dalam pembelajaran di
lingkungan kelas saja, tetapi diajak untuk mengaitkan aspek-aspek yang
benar-benar terjadi dalam kehidupan mereka sehari-hari, masa depan mereka, dan
lingkungan masyarakat luas.
Dalam kelas kontekstual, tugas guru
adalah membantu siswa dalam mencapai tujuannya. Guru lebih banyak berurusan
dengan strategi daripada memberi informasi.Guru bertugas mengelola kelas
sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk merumuskan, menemukan sesuatu
yang baru bagi kelas yang dapat berupa pengetahuan, keterampilan dari hasil
“menemukan sendiri” dan bukan dari “apa kata guru.
Penggunaan pembelajaran kontekstual
memiliki potensi tidak hanya untuk
mengembangkan ranah pengetahuan dan
keterampilan proses, tetapi juga untuk
mengembangkan sikap, nilai, serta
kreativitas siswa dalam memecahkan masalah
yang terkait dengan kehidupan mereka
sehari-hari melalui interaksi dengan sesama
teman, misalnya melalui pembelajaran
kooperatif, sehingga juga mengembangkan
ketrampilan sosial (social skills)
(Dirjen Dikmenum, 2002:6). Lebih lanjut Schaible,
Klopher, dan Raghven, dalam
Joyce-Well (2000:172) menyatakan bahwa pendekatan kontekstual melibatkan siswa
dalam masalah yang sebenarnya dalam penelitian dengan menghadapkan anak didik
pada bidang penelitian, membantu mereka mengidentifikasi masalah yang
konseptual atau metodologis dalam bidang penelitian dan mengajak mereka untuk
merancang cara dalam mengatasi masalah.
- Pendekatan Konstruktivisme
Kontruktivisme merupakan landasan
berfikir pendekatan kontekstual. Yaitu bahwa pendekatan dibangun oleh manusia
sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan
tidak dengan tiba-tiba(Suwarna,2005).
Piaget (1970), Brunner dan Brand
1966), Dewey (1938) dan Ausubel (1963). Menurut Caprio (1994), McBrien Brandt
(1997), dan Nik Aziz (1999) kelebihan teori konstruktivisme ialah pelajar
berpeluang membina pengetahuan secara aktif melalui proses saling pengaruh
antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru. Pembelajaran
terdahulu dikaitkan dengan pembelajaran terbaru. Perkaitan ini dibina sendiri
oleh pelajar.
Menurut teori konstruktivisme,
konsep-konsep yang dibina pada struktur kognitif seorang akan berkembang dan
berubah apabila ia mendapat pengetahuan atau pengalaman baru. Rumelhart dan
Norman (1978) menjelaskan seseorang akan dapat membina konsep dalam struktur
kognitifnya dengan menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sedia
ada padanya dan proses ini dikenali sebagai accretion. Selain itu, konsep-konsep
yang ada pada seseorang boleh berubah selaras dengan pengalaman baru yang
dialaminya dan ini dikenali sebagai penalaan atau tuning. Seseorang juga
boleh membina konsep-konsep dalam struktur kognitifnya dengan menggunakan
analogi, iaitu berdasarkan pengetahuan yang ada padanya. Menurut Gagne,
Yekovich, dan Yekovich (1993) konsep baru juga boleh dibina dengan
menggabungkan konsep-konsep yang sedia ada pada seseorang dan ini dikenali
sebagai parcing.
Pendekatan konstruktivisme sangat
penting dalam proses pembelajaran kerana belajar digalakkan membina konsep
sendiri dengan menghubungkaitkan perkara yang dipelajari dengan pengetahuan
yang sedia ada pada mereka. Dalam proses ini, pelajar dapat meningkatkan
pemahaman mereka tentang sesuatu perkara.
Kajian Sharan dan Sachar (1992,
disebut dalam Sushkin, 1999) membuktikan kumpulan pelajar yang diajar
menggunakan pendekatan konstruktivisme telah mendapat pencapaian yang lebih
tinggi dan signifikan berbanding kumpulan pelajar yang diajar menggunakan pendekatan
tradisional. Kajian Caprio (1994), Nor Aini (2002), Van Drie dan Van Boxtel
(2003), Curtis (1998), dan Lieu (1997) turut membuktikan bahawa pendekatan
konstruktivisme dapat membantu pelajar untuk mendapatkan pemahaman dan
pencapaian yang lebih tinggi dan signifikan.
- Pendekatan Deduktif – Induktif
- Pendekatan Deduktif
Pendekatan deduktif ditandai dengan
pemaparan konsep, definisi dan istilah-istilah pada bagian awal pembelajaran.
Pendekatan deduktif dilandasi oleh suatu pemikiran bahwa proses pembelajaran
akan berlangsung dengan baik bila siswa telah mengetahui wilayah persoalannya
dan konsep dasarnya(Suwarna,2005).
- Pendekatan Induktif
Ciri uatama pendekatan induktif
dalam pengolahan informasi adalah menggunakan data untuk membangun konsep atau
untuk memperoleh pengertian. Data yang digunakan mungkin merupakan data primer
atau dapat pula berupa kasus-kasus nyata yang terjadi dilingkungan.
Prince dan Felder (2006) menyatakan
pembelajaran tradisional adalah pembelajaran dengan pendekatan deduktif,
memulai dengan teori-teori dan meningkat ke penerapan teori. Di bidang sain dan
teknik dijumpai upaya mencoba pembelajaran dan topik baru yang menyajikan
kerangka pengetahuan, menyajikan teori-teori dan rumus dengan sedikit
memperhatikan pengetahuan utama mahasiswa, dan kurang atau tidak mengkaitkan
dengan pengalaman mereka. Pembelajaran dengan pendekatan deduktif menekankan
pada guru mentransfer informasi atau pengetahuan. Bransford (dalam Prince dan
Felder, 2006) melakukan penelitian dibidang psikologi dan neurologi. Temuannya
adalah: ”All new learning involves transfer of information based on previous
learning”, artinya semua pembelajaran baru melibatkan transfer informasi
berbasis pembelajaran sebelumnya.
Major (2006) menyatakan dalam
pembelajaran dengan pendekatan deduktif dimulai dengan menyajikan generalisasi
atau konsep. Dikembangkan melalui kekuatan argumen logika. Contoh urutan
pembelajaran: (1) definisi disampaikan; dan (2) memberi contoh, dan beberapa
tugas mirip contoh dikerjakan siswa dengan maksud untuk menguji pemahaman siswa
tentang definisi yang disampaikan.
Alternatif pendekatan pembelajaran
lainnya selain dengan pembelajaran pendekatan deduktif adalah dengan pendekatan
induktif . Beberapa contoh pembelajaran dengan pendekatan induktif misalnya
pembelajaran inkuiri, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran berbasis
proyek, pembelajaran berbasis kasus, dan pembelajaran penemuan. Pembelajaran
dengan pendekatan induktif dimulai dengan melakukan pengamati terhadap hal-hal
khusus dan menginterpretasikannya, menganalisis kasus, atau memberi masalah
konstekstual, siswa dibimbing memahami konsep, aturan-aturan, dan
prosedur-prosedur berdasar pengamatan siswa sendiri.
Major (2006) berpendapat bahwa
pembelajaran dengan pendekatan induktif efektif untuk mengajarkan konsep atau
generalisasi. Pembelajaran diawali dengan memberikan contoh-contoh atau kasus
khusus menuju konsep atau generalisasi. Siswa melakukan sejumlah pengamatan
yang kemudian membangun dalam suatu konsep atau geralisasi. Siswa tidak harus
memiliki pengetahuan utama berupa abstraksi, tetapi sampai pada abstraksi
tersebut setelah mengamati dan menganalisis apa yang diamati.
Dalam fase pendekatan
induktif-deduktif ini siswa diminta memecahkan soal atau masalah. Kemp (1994:
90) menyatakan ada dua kategori yang dapat dipakai dalam membahas materi
pembelajaran yaitu metode induktif dan deduktif. Pada prinsipnya matematika
bersifat deduktif. Matematika sebagai “ilmu” hanya diterima pola pikir
deduktif. Pola pikir deduktif secara sederhana dapat dikatakan pemikiran “yang
berpangkal dari hal yang bersifat umum diterapkan atau diarahkan kepada hal
yang bersifat khusus” Soedjadi (2000: 16). Dalam kegiatan memecahkan masalah
siswa dapat terlibat berpikir dengan dengan menggunakan pola pikir induktif,
pola pikir deduktif, atau keduanya digunakan secara bergantian.
- Pendekatan Konsep dan Proses
- Pendekatan Konsep
Pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan konsep berarti siswa dibimbing memahami suatu bahasan melalui
pemahaman konsep yang terkandung di dalamnya. Dalam proses pembelajaran
tersebut penguasaan konsep dan subkonsep yang menjadi fokus. Dengan beberapa
metode siswa dibimbing untuk memahami konsep. (http://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-dan-metode-pembelajaran/).
- Pendekatan Proses
Pada pendekatan proses, tujuan utama
pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam keterampilan proses
seperti mengamati, berhipotesa, merencanakan, menafsirkan, dan
mengkomunikasikan. Pendekatan keterampilan proses digunakan dan dikembangkan
sejak kurikulum 1984. Penggunaan pendekatan proses menuntut keterlibatan
langsung siswa dalam kegiatan belajar. (http://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-dan-metode-pembelajaran/).
Dalam pendekatan proses, ada dua hal
mendasar yang harus selalu dipegang pada setiap proses yang berlangsung dalam
pendidikan. Pertama, proses
mengalami. Pendidikan harus sungguh menjadi suatu pengalaman pribadi bagi
peserta didik. Dengan proses mengalami, maka pendidikan akan menjadi bagian
integral dari diri peserta didik; bukan lagi potongan-potongan pengalaman
yang disodorkan untuk diterima, yang sebenarnya bukan miliknya sendiri.
Dengan demikian, pendidikan mengejawantah dalam diri peserta didik dalam
setiap proses pendidikan yang dialaminya (http://groups.yahoo.com/group/sd-islam/message/1907).
mengalami. Pendidikan harus sungguh menjadi suatu pengalaman pribadi bagi
peserta didik. Dengan proses mengalami, maka pendidikan akan menjadi bagian
integral dari diri peserta didik; bukan lagi potongan-potongan pengalaman
yang disodorkan untuk diterima, yang sebenarnya bukan miliknya sendiri.
Dengan demikian, pendidikan mengejawantah dalam diri peserta didik dalam
setiap proses pendidikan yang dialaminya (http://groups.yahoo.com/group/sd-islam/message/1907).
- Pendekatan Sains, Tekhnologi dan Masyarakat
National Science Teachers
Association (NSTA) (1990 :1)memandang STM
sebagai the teaching and learning of science in thecontext of human
experience. STM dipandang sebagai proses pembelajaran yang senantiasa
sesuai dengan konteks pengalaman manusia. Dalam pendekatan ini siswa diajak
untuk meningkatakan
kreativitas, sikap ilmiah,
menggunakan konsep dan proses sains dalam kehidupan sehari-hari.Definisi lain
tentang STM dikemukakan oleh PENN STATE(2006:1) bahwa STM merupakan an
interdisciplinary approach whichreflects the widespread realization that in
order to meet the increasingdemands of a technical society, education must
integrate acrossdisciplines. Dengan demikian, pembelajaran dengan
pendekatan STMharuslah diselenggarakan dengan cara mengintegrasikan
berbagaidisiplin (ilmu) dalam rangka memahami berbagai hubungan yangterjadi di
antara sains, teknologi dan masyarakat. Hal ini berarti bahwa pemahaman kita
terhadap hubungan antara sistem politik, tradisi masyarakat dan bagaimana
pengaruh sains dan teknologi terhadap hubungan-hubungan tersebut menjadi bagian
yang penting dalampengembangan pembelajaran di era sekarang ini.
Pandangan tersebut senada dengan
pendapat NC State University (2006: 1), bahwa STM merupakan an
interdisciplinery field of study that seeks to explore a understand the many
ways that scinence and technology shape culture, values, and institution, and
how such factors shape science and technology. STM dengandemikian adalah
sebuah pendekatan yang dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana sains dan
teknologi masuk dan merubah proses-proses sosial di masyarakat, dan
bagaimana situasi sosial mempengaruhi perkembangan sains dan teknologi.
Hasil penelitian dari National
Science Teacher Association ( NSTA ) ( dalam Poedjiadi, 2000 ) menunjukan bahwa
pembelajaran sains dengan menggunakan pendekatan STM mempunyai beberapa
perbedaan jika dibandingkan dengan cara biasa. Perbedaan tersebut ada pada
aspek : kaitan dan aplikasi bahan pelajaran, kreativitas, sikap, proses, dan
konsep pengetahuan. Melalui pendekatan STM ini guru dianggap sebagai
fasilitator dan informasi yang diterima siswa akan lebih lama diingat.
Sebenarnya dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan STM ini tercakup
juga adanya pemecahan masalah, tetapi masalah itu lebih ditekankan pada masalah
yang ditemukan sehari – hari, yang dalam pemecahannya menggunakan langkah –
langkah
(ilmiahhttp://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-dan-metode-pembelajaran/).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar