MAKALAH
KOMPONEN KURIKULUM
Untuk
memenuhi Syarat Mata Kuliah Kurikulum Dan Pembelajaran
Dosen
Pengampu : Heru Yuono, M.Pd.
![]() |
1. Tika Marlena NPM (141350015)
2. pebri NPM
(141350024)
3. M.Abdul dhohir NPM (141350013)
4. Eka NPM
(1413500)
5. Puspita
6. Dwi Septiani
7. Putri
Prodi
: PGSD A
Semester
: II (Dua)
PROGRAM STUDI PGSD
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN
DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK
INDONESIA METRO
TAHUN PELAJARAN 2014/2015
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berisikan tentang “komponen
kurikulum” tepat pada waktunya.
Makalah
ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan bagi para pembaca
dan dapat digunakan sebagai salah satu pedoman dalam proses pembelajaran.
Saya
menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya karena pengetahuan yang
saya miliki cukup terbatas.Oleh karena itu, saya berharap kritik dan saran dari
pembaca yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Akhir
kata, saya sampaikan terima kasih
Lampung Timur, 14 April 2015
Tim
penyusun
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL.........................................................................................i
KATA
PENGANTAR…………......................................................................ii
DAFTAR
ISI………………………………………………………………….iii
BAB I
PENDAHULUAN...........................................................................................1
1.1. Latar
Belakang................................................................................1
1.2. Rumusan
Masalah...........................................................................1
1.3. Tujuan.............................................................................................1
BAB II
PEMBAHASAN
.............................................................................................2
2.1.
Pengertian Ilmu Sosial
...................................................................2
2.1. Sejarah
Ilmu Sosial
........................................................................3
2.3. Metode Ilmiah Ilmu Sosial
............................................................4
2.4. Perbedaan Ilmu Sosial dengan
Ilmu Alam ....................................6
BAB III
PENUTUP .....................................................................................................13
3.1. Kesimpulan...................................................................................13
3.2. Saran.............................................................................................13
DAFTAR
PUSTAKA.....................................................................................14
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial. Tentunya, sebagai mahluk sosial, manusia
selalu dihadapkan pada berbagai masalah sosial. Masalah sosial pada hakikatnya
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia karena
masalah sosial telah terwujud sebagai hasil kebudayaan manusia itu sendiri,
sebagai akibat dari hubungan-hubungannya dengan sesama manusia lainnya.
Problem sosial pada setiap masyarakat berbeda antara satu dengan yang
lainnya. Perbedaan tersebut tergantung pada tingkat perkembangan kebudayaan dan
kondisi lingkungan alamnya. Masalah-masalah tersebut dapat terwujud dalam
masalah moral, masalah politik, masalah agama dan masalah lainnya.
Dengan adanya permasalah-permasalahan tersebut
timbullah teori-teori sosial, yang pada akhirnya terbentuklah ilmu-ilmu sosial.
Dibandingkan dengan ilmu-ilmu alam yang kemajuannya sangat pesat, ilmu-ilmu
sosial agak tertinggal di belakang. Hal ini disebabkan oleh subyek ilmu-ilmu
sosial yang adalah manusia sebagai makhluk multidimensional.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana
pengertian ilmu-ilmu sosial?
2. Bagaimana
sejarah ilmu sosial?
3. Bagaimana
metode ilmiah yang digunakan ilmu-ilmu sosial?
4. Bagaimana
perbedaan ilmu-ilmu alam dengan ilmu-ilmu sosial?
1.3. Tujuan
1. Untuk
mengetahui pengertian ilmu-ilmu sosial.
2. Untuk
mengetahui gambaran sejarah munculnya ilmu sosial.
3. Untuk
mengetahui metode ilmiah yang digunakan oleh ilmu-ilmu sosial.
4. Untuk
mengetahui perbedaan ilmu-ilmu alam dengan ilmu-ilmu sosial.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Ilmu Sosial
Ilmu berkembang dengan pesat seiring dengan penambahan
jumlah cabang-cabangnya. Hasrat untuk menspesialisasikan diri pada satu bidang
telaah yang memungkinkan analisis yang makin cermat dan seksama menyebabkan
objek forma dari disiplin keilmuan menjadi kian terbatas.
Pada dasarnya cabang-cabang ilmu tersebut berkembang
dari dua cabang utama yakni filsafat alam yang kemudian menjadi dasar ilmu-ilmu
alam atau the natural sciences dan filsafat moral yang kemudian berkembang
ke dalam cabang ilmu-ilmu sosial atau the social sciences[1]
Ilmu-ilmu alam pada akhirnya terbagi dalam dua
kelompok yakni ilmu alam (the physical sciences) dan ilmu hayat (the
biological sciences). Ilmu alam bertujuan mempelajari zat yang membentuk
alam semesta yang kemudian bercabang lagi menjadi fisika (mempelajari massa dan
energi), kimia (mempelajari substansi zat), astronomi (mempelajari benda-benda
langit, dan ilmu bumi yang mempelajari bumi). Tiap-tiap cabang-cabang pun
mencipta ranting-ranting baru seperti fisika berkembang menjadi mekanika,
hidrodinamika, bunyi, cahaya, panas, kelistrikan dan magnetisme, fisika nuklir
dan kimia fisik (ilmu-ilmu murni) dan lain-lain.
Sementara ilmu ilmu sosial adalah sekelompok disiplin
keilmuan yang mempelajari aspek-aspek yang berhubungan
dengan manusia dan lingkungan sosialnya.[2]
Disiplin keilmuan yang tergolong dalam ilmu sosial
telah mempelajari hakekat masyarakat dengan perspektif berbeda-beda. Karena itu
terdapat keanekaragaman dalam melihat dan mempelajarinya.
2
Atas dasar itulah, sebagaimana ilmu alam, ilmu sosial
juga memiliki cabang-cabang ilmu lainnya diantaranya antropologi (mempelajari
manusia dalam perspektif waktu dan tempat), psikologi (mempelajari proses
mental dan kelakuan manusia) ekonomi (mempelajari manusia dalam memenuhi
kebutuhan kehidupannya lewat proses pertukaran), sosiologi (mempelajari
struktur organisasi sosial manusia) dan ilmu politik (mempelajari sistem dan
proses dalam kehidupan manusia berpemerintahan dan bernegara).[3]
Tentu, cabang-cabang ilmu sosial tersebut muncul
akibat adanya masalah sosial. Masalah sosial selalu ada kaitannya yang
dekat dengan nilai-nilai moral dan pranata-pranata sosial.[4]
2.1. Sejarah Ilmu Sosial
Ketika kita membicarakan ilmu sosial maka kita tidak
bisa lepas dari filsafat sosial. Filsafat sosial merupakan cabang dari filsafat
yang mempelajari persoalan sosial kemasyarakatan secara kritis, radikal dan
komprehensif. Sejak Plato, dan Aristoteles kajian terhadap persoalan-persoalan
kemasyarakatan sudah menjadi objek penelitian tersendiri. Menurut Plato dan
Aristoteles, susunan masyarakat mencerminkan susunan kosmos yang abadi, manusia
berkewajiban untuk menyesuaikan diri dengan susunan itu dan mentaati demi
keselamatannya, kalau tidak, ia menghancurkan dirinya. Pada abad pertengahan
masyarakat Eropa masih memperlihatkan pada pola dasar yang sama, hanya sekedar
mengoreksi terhadap paham Plato dan Aristoteles. Paham tentang otonomi kosmos
diganti dengan paham heteronominya, yaitu kepercayaan bahwa kosmos tidak
berdiri sendiri, tetapi bergantung pada Kemaha Kuasaan Tuhan, ketertiban kosmos
adalah suatu ketertiban yang telah diciptakan.
Di tandai
dengan zaman renaissance, pola pikir masyarakat Eropa
juga lambat laun mulai berubah. Manusia pada saat itu sekuat tenaga
berusaha mencari alternatif baru, agar dapat keluar dari kungkungan absolutisme
gereja, dan sejak itulah peranan manusia menjadi besar, manusia menyadari hanya
merekalah yang dapat mengatur diri mereka sendiri bukan Tuhannya Gereja.[5]
3
Revolusi
Prancis membawa pengaruh signifikan di dunia barat. Setidaknya kejadian
tersebut telah meruntuhkan susunan masyarakat feodal dan mengawali proses
demokratisasi. Tentunya hal tersebut dianggap sebagai sebuah kejutan. Tidak
pernah sebelumnya orang membayangkan bahwa suatu orde sosial yang disangka
tidak tergoyahkan dan selamanya terbekati oleh kehendak Tuhan, telah dirombak
dan diganti oleh pikiran usaha manusia sendiri. Gagasan-gagasan barupun tumbuh
pada keyakinan bahwa manusia bebas untuk mengatur dunianya. Dengan demikian
struktur sosial yang berabad-abad tidak dipermasahkan, tiba-tiba menjadi
masalah. Dari sinilah ilmu-ilmu sosial mulai timbul ( sosiologi ).[6]
Namun
pada awal-awal abad itu, sosiologi sebagai disiplin ilmu sosial tidak serta
merta berjalan dengan mulus, bahkan ilmuan sosial terpecah dalam dua aliran. Pertama, aliran
konservatif, yang menginginkan kembali ke masa feodal, yaitu zaman
hegemoni agama, dimana agama merupakan kekuatan yang mengintegrasikan
masyarakat. Kedua, aliran progresif,
aliran ini meski juga menyesal atas perpecahan dan anarki pada masa itu, tetapi
tidak bersedia kembali ke zaman feodal, salah satu tokohnya adalah Auguste
Comte.
2.3. Metode Ilmiah Ilmu Sosial
Metode
ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan atau yang kerap disebut
ilmu. Metode ilmiah sebagai prosedur juga harus memiliki langkah-langkah
sistematis sebagai pengkajian dari peraturan yang terdapat dalam metode ilmiah.
Hasil akhir metode ilmiah adalah sebuah bangunan teori.
Metode
ilmiah memiliki keterkaitan yang erat dengan filsafat ilmu. Filsafat ilmu
memberi landasan bagi ilmu pengetahuan untuk berkembang lebih cepat melalui
metode ilmiah yang shahih. Peran filsafat ilmu dalam hal ini adalah memeriksa
sebab akibat dengan bertitik tolak pada gejala ilmu pengetahuan dalam kehidupan
sehari-hari dengan menggali tentang kebenaran, kepastian, objektivitas, dan
abstraksi serta untuk mengetahui dari mana asal dan kemana arah pengetahuan
atau yang sering dipetakan dengan ontologi, epistemologi dan aksiologi.
4
Dalam
membuat bangunan teori diperlukan sebuah tahapan-tahapan. Lapisan tahapan
inilah yang dinamakan dengan metode ilmiah, yaitu[7]:
1. Tahapan
persepsi, adalah tahapan awal mengarah pada observasi dengan berbagai tehnis
dan metode yang menghasilkan penalaran.
2. Tahapan hipotesis,
merupakan hasil penalaran yang disusun dengan pernyataan (proposisi), yang
menyatakan ada kaitan antara dua konsep observasi. Jika terbukti benar akan
menjadi sebuah hukum.
3. Tahapan
hukum, yaitu menunjuk pada suatu keteraturan, dimana antara satu dengan yang
lain saling menunjang.
4. Tahapan
teori, yaitu hasil abstraksi dari suatu keteraturan sehingga menjadi berlaku
umum sebagai teori.
Dalam
merangkai metode ilmiah ada 3 paradigma[8] yang sering
digunakan dalam ilmu sosial, yakni; positivisme, konvensionalisme dan realisme[9]. Positivisme
berasumsi bahwa panca indera sebagai alat tangkap untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan. Asas positivisme meliputi asas emperisme (induktif) dan logika
(deduktif). Proses ilmiah positivisme meliputi observasi, generelisasi empiris,
penyusunan teori, penyusunan hipotesis, keputusan menerima atau menolak
hipotesis dan penyimpulan logis teori.
Konvensionalisme
memandang manusia bebas dan merdeka. Teori dari konvensionalisme bersifat
mengerti dan memahami. Sehingga metodologi konvensionalisme dengan menggunakan
pengertian, pemahaman, melalui pendekatan kualitatif. Penelitiannya lebih
bersifat eksploratif dan hipotesisnya pun siap untuk diuji.
Sementara
realisme memandang masyarakat seperti bangunan yang terdiri dari
struktur-struktur, mulai dari superstruktur sampai dengan struktur terendah
jika dilihat dari aspek sosial, ekonomi, budaya dan politik. Metode ilmu
sosialnya adalah dengan membuat model dengan modifikasi pertemuan antara
pernyataan teori dengan pernyataan empirik, sehingga dapat menemukan struktur dan
mekanisme.
Dengan
demikian, metode logika ilmu sosial berangkat dari filsafat ilmunya dan
paradigma yang digunakan. Karena itu, hal tersebut berimplikasi bagi metode
penelitian yang akan digunakan.
5
2.4. Perbedaan Ilmu Sosial dengan Ilmu Alam
Ilmu-ilmu sosial memang hadir
belakangan daripada ilmu-ilmu alam. Ketika ilmu-ilmu alam mengalami
kemajuannya sangat pesat, ilmu-ilmu sosial mengekor di belakangnya. Hal ini
disebabkan oleh subyek ilmu-ilmu sosial yang adalah manusia sebagai makhluk
multidimensional, yang tentu saja mengikuti perkembangan manusia itu sendiri.
Dalam telaah kajiannya yang berupa
gejala sosial, ilmu sosial mengalami komplektisitas. Sementara ilmu-ilmu alam
menegaskan penyelidikannya hanya pada gejala alami yang bersifat fisik.
Penelaahan ilmu alam meliputi beberapa variabel dalam jumlah yang relatif kecil
dan dapat diukur secara tepat, sedangkan variabel ilmu sosial sangat banyak dan
rumit.
Ilmu-ilmu alam yang mengadakan
penyelidikan pada gejala fisik bisa mengadakan pengamatan secara langsung dan
bersifat seragam. Sedang gejala sosial bersifat unik dan sukar terulang
kembali. Gejala fisik juga dapat diabstraksikan secara tepat lewat perumusan
kuantitatif dan hukum yang berlaku secara umum. Tetapi kebanyakan masalah
sosial bersifat spesifik dalam konteks historis tertentu.
Pengamatan langsung gejala sosial
lebih sulit dibandingkan dengan gejala ilmu-ilmu alam. Ahli ilmu sosial tidak
mungkin menangkap gejala masa lalu secara indrawi kecuali melalui dokumentasi
yang baik, sedangkan seorang ahli ilmu kimia atau fisika, misalnya, bisa
mengulangi percobaan yang sama setiap waktu dan mengamatinya secara langsung.
Boleh jadi seorang ilmuwan sosial
mengamati gejala sosial secara langsung, tetapi ia akan menemui kesulitan untuk
melakukannya secara keseluruhan karena gejala sosial lebih variatif
dibandingkan gejala fisik. Perlakuan yang sama terhadap setiap individu
penelitian dalam ilmu sosial bisa menghasilkan suatu tabulasi, tetapi peluang
kebenaran pada perlakuan yang sama itu pun tidak sebesar peluang kesamaan dalam
ilmu-ilmu alam.
Objek kajian ilmu sosial adalah
manusia dalam kaitan dengan tingkah laku sosialnya, sedangkan gejala fisik
kealaman seperti unsur kimia bukanlah suatu individu melainkan barang mati.
Karena itu subyek penelaahan ilmu sosial dapat berubah sesuai dengan tindakan
manusia yang didasari keinginan dan pilihan masing-masing.
6
Ilmuwan alam menyelidiki proses
alami dan menyusun hukum yang bersifat umum mengenai proses alam. Apa pun yang
ia lakukan tidak bermaksud untuk mengubah alam atau harus setuju atau tidak
setuju terhadap proses alam. Sedangkan ilmuwan sosial tidak bisa melepaskan
diri dari jalinan unsur-unsur kejadian sosial.
Penemuan teori baru di bidang ilmu
alam akan kehilangan artinya setelah digantikan oleh penemuan yang lebih baru
dan lebih baik, sedangkan penemuan di bidang sosial akan sangat mudah
kehilangan artinya jika pengetahuan tersebut ternyata menyebabkan manusia
mengubah kondisi sosialnya.
Seorang ilmuwan sosial tidak
bersikap sebagai pengamat yang menyaksikan suatu proses kejadian sosial karena
ia juga merupakan bagian integral atau pelaku dari obyek kehidupan yang
ditelaahnya. Karena itu lebih sukar bagi seorang peneliti ilmu sosial untuk
bersikap obyektif dalam masalah ilmu sosial daripada seorang peneliti ilmu alam
dalam masalah kealaman. Keterlibatan secara emosional terhadap nilai-nilai
tertentu juga cenderung memberikan penilaian individualis.
7
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Ilmu ilmu sosial adalah sekelompok disiplin
keilmuan yang mempelajari aspek-aspek yang berhubungan dengan manusia dan
lingkungan sosialnya. Ilmu sosial muncul akibat adanya masalah sosial.
Masalah sosial selalu ada kaitannya dengan nilai-nilai moral dan
pranata-pranata sosial.
Sosiologi sebagai cabang ilmu sosial
paling tua timbul akibat adanya gejala sosial di era revolusi Prancis. Revolusi
Prancis membawa pengaruh signifikan di dunia barat. Setidaknya kejadian
tersebut telah meruntuhkan susunan masyarakat feodal dan mengawali proses
demokratisasi. Gagasan-gagasan barupun tumbuh pada keyakinan bahwa manusia
bebas untuk mengatur dunianya. Dampaknya adalah terjadinya perubahan struktur
sosial. Hal inilah yang memunculkan para pemikir untuk merumuskan teori-teori
sosial, yang berkaitan dengan gejala dan fakta-fakta sosial ketika itu.
Dalam
membuat teori-teori sosial, para ilmuwan sosial merumuskan kaidah-kaidah
keilmuan atau yang disebut metode ilmiah. Tentunya metode ilmiah tersebut
juga terlandasi oleh filsafat ilmu. Peran filsafat ilmu dalam hal ini adalah
memeriksa sebab akibat dengan bertitik tolak pada gejala ilmu pengetahuan dalam
kehidupan sehari-hari dengan menggali tentang kebenaran, kepastian,
objektivitas, dan abstraksi serta untuk mengetahui dari mana asal dan kemana
arah pengetahuan atau yang sering dipetakan dengan ontologi, epistemologi dan
aksiologi. Selain itu, logika metode ilmu sosial juga berangkat dengan
menggunakan logika. Paradigma yang sering digunakan adalah positivisme,
konvensionalisme dan realisme.
3.2. Saran
Penulis
menyadari jika makalah ini masih jauh dari sempurna. Kesalahan ejaan,
metodologi penulisan dan pemilihan kata serta cakupan masalah yang masih kurang
adalah diantara kekurangan dalam makalah ini. Karena itu saran dan kritik
membangun sangat kami butuhkan dalam penyempurnaan makalah ini.
8
Daftar Pustaka
9
Tidak ada komentar:
Posting Komentar